Sabtu, 16 Agustus 2014

Kuliah Bikin Galau

Bisa dibilang ini postingan curhat. Aku mau menceritakan semua kesulitan aku untuk masuk kuliah semester ketiga ini. Sampai tulisan ini aku buat pun, suasana hati masih benar-benar kacau. Libur yang lama berimbas pada masa depan perkuliahan kami #halah. Dibilang ujian, iya bisa jadi ini ujian terberat sepanjang aku kuliah (Kurasa skripsi lebih berat lagi). Semua berawal karena aku hanyalah mahasiswa yang bisa kuliah karena beasiswa, jadi semua tergantung pada perusahaan yang memberikan beasiswa itu. 
Jadi gini, masa pembayaran uang kuliah sama pengisian kartu rencana studi, sudah dimulai sejak tanggal 1 lalu. Aku dan 18 temanku yang juga mendapat beasiswa ini baru bisa mengisi KRS jika uang kuliah sudah dibayarkan. Untuk aku sendiri, harus bayar 6 juta. Pokoknya yang paling mahal adalah teman-temanku yang kuliah di fakultas teknik. Kami menanyakan hal ini pada pihak perusahaan, mereka bilang setidaknya tangga 12 sudah dibayarkan.

Tanggal 12 berakhir, uang kuliah kami belum dibayarkan. Akhirnya tanggal 14, dua hari terakhir masa pengisian KRS, kami diperintahkan untuk menghadap akademik fakultas masing-masing untuk bisa diaktifkan supaya bisa mengisi KRS. Tanpa Surat Keputusan, kami diminta untuk mengurus masing-masing. Beruntung aku punya teman yang luar biasa baiknya, namanya Reza, dan kami biasa memanggil dia dengan nama Ejak. Sekali saja di sms, Ejak langsung mau menemani ke kampus. Di kampus, aku ketemu sama pengurus akademik jurusan akuntansi, Mbak Ambar. Beliau pun tidak bisa asal saja mengaktifkan. Mbak Ambar memberi nomor hape Pak Indana, atasannya yang berada di lab komputer Fakultas Ekonomi KAMPUS INDRALAYA. Setelah menelpon bapak ini, kira-kira apa yang terjadi pemirsaaaa? Aku diminta untuk ke Indralaya secepatnya. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul setengah 12 siang. 

Masih diskusi sama Mbak Ambar, aku sms Ejak "Jak, aku harus ke Layo" gak lama Ejak bales "Ayo ke Layo. Naik Bis atau motor? Kalo bis pasti antri, kalo motor, aku ganti motor dulu" Aku dilema, mau naik bis, bener kata Ejak, pasti antrian banyak, iya kalo bisnya ada. Belum lagi perjalanan normal yang biasanya memakan waktu satu jam lebih, tanpa macet. Kalo naik motor, aku takut. Seumur hidup aku belum pernah menempuh perjalanan jauh naik motor, ya paling jauh cuma 15 kilometer. Tapi aku beraniin diri, mumpung ada temen yang dengan senang hati mau membantu. 

Akhirnya fix kami naik motor ke Indralaya. Karena waktu itu aku pake rok, Ejak anter aku pulang biar aku ganti pake celana dan dia pulang mau ganti motor. Jam 12 tepat, kami berangkat dari kosan aku. Belum ada 15 menit jalan, hujan turun. Kami berteduh di sebuah pom bensin. Dalem hati berdo'a minta hujannya di delay dulu sampe kami nyampe di Indralaya. Alhamdulillah dikabulin. Lanjut jalan, sejam kemudian kami sampe di kampus Indralaya, dan beruntung di sana hari lumayan cerah, gak ada tanda-tanda mau hujan. Kami parkir di Fakultas lain, karena di Fakultas Ekonomi takutnya gak ada tempat lagi. 

Sampe di gedung fakultas, aku ketemu temen twitter, Enti. Setelah cipika cipiki aku nanya sama dia "dimana Lab komputer kalian?" dia nunjukkin ruangan, tuh yang sebelah kiri. Setelah ngucapin makasih, aku sama Ejak langsung kesana. Ejak nunggu di luar lab. Aku masuk terus langsung nanya ke ibu-ibu yang duduk di meja paling depan kalo mau ketemu Pak Indana. Setelah berhadapan langsung sama Pak Indana, aku jelasin masalahnya sejelas mungkin. Dan bersyukur banget Pak Indana ini super duper baik. Dia ngajak aku ngadep ke bagian kemahasiswaan Fakultas, Ibu Aida. 

Di depan Ibu Aida, aku jelasin lagi semuanya sedetail mungkin. Bu Aida gak bisa mengaktifkan aku kalo gak ada SK dari rektor. Aku langsung bilang kalo pihak keuangan Unsri sudah memberi izin. Bu Aida jelas gak langsung percaya gitu aja kan. Dia tanya, siapa yang dari pihak keuangan itu. Aku jawab, Pak Bahar. Beliau minta nomor hape Pak Bahar, untung aku sempet nyimpen nomornya. Bu Aida langsung menelpon Pak Bahar dan menjelaskan semuanya. Begitu Pak Bahar bilang "Oh iya bu, itu benar. Tolong diaktifkan dulu ya bu. Nanti SK rektornya menyusul dan kami yang bertanggung jawab". Setelah itu, Bu Aida minta SK lama (yang udah habis jangka waktunya) dan Kartu Hasil Studi aku yang menyebutkan seberapa besar IPK aku. Begitu liat IPK aku, alhamdulillah ada senyum di wajahnya. 

Setengah jam kemudian akhirnya aku diaktifkan dan bisa ngisi KRS. Masalah baru timbul lagi. Dari 8 mata kuliah yang harus diambil, tersisa 5 mata kuliah lagi karena yang 3 sudah terisi penuh. Ini artinya aku harus mengajukan permohonan penambahan kuota kelas. Syukurnya untuk masalah ini, aku tak sendiri. Ejak juga begitu. Yang penting saat itu adalah, kami harus segera berangkat kembali ke Palembang sebelum jalanan macet dan sebelum hujan turun. Sekitar lima menit di jalan, hujan mulai turun. Kami muter balik nyari tempat berteduh. Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya hujan berhenti dan kami lanjut jalan. Gak lama kemudian, jalanan macet. Ya karena kami pengguna roda dua, kami masih bisa melaju terus dengan menyalip plus jantung berdebar. Ternyata penyebab kemacetan adalah sebuah truk yang pecah ban. 

Jam 3 berangkat dari Indralaya, kami tiba di kampus jam 4 tepat. Aku langsung menemui Mbak Ambar. Beliau langsung nanya "Gimana nak? Bisa?" Aku jawab aja " Alhamdulillah bisa, mbak. Makasih banyak ya Mbak. Tapi masalahnya sekarang, aku gak kebagian kelas, mbak? Jadi gimana?" "Yasudah, besok datang lagi temui bu Ika buat permohonan". 

Bu Ika ini adalah ketua program jurusan Akuntansi. Besoknya, Jum'at, hari terakhir mengisi KRS, kami yang belum kebagian kelas, menghadap bu Ika untuk minta persetujuan dia supaya kelas ditambah kuota. Dan setelah menunggu seharian di kampus, akhirnya kuota ditambah.

Nah, kalo udah dapet kelas itu lumayan lega. Cuma untuk bisa ikut perkuliahan, kami harus punya kartu kuliah. Perjuangan untuk dapetin kartu kuliah ini lah yang susah. Kami harus menemui dosen pembimbing akademik masing-masing biar dapet tanda tangannya baru bisa dituker sama kartu kuliah. Keliatannya sih gampang, tapi tidak untuk aku dan keenam temanku. Kami punya dosen pembimbing yang sangat susah untuk ditemui.

Karena kemarin sudah sore, kami menghubungi beliau pada malam harinya (malam Sabtu). Kebetulan yang nelpon itu aku. Kira-kira begini isi percakapannya:

"Maaf mengganggu Pak. Saya mahasiswa bimbingan Bapak. Kami mau minta tandatangan KRS. Kira-kira kapan kami bisa ketemu Bapak?"
"Loh, tadi saya tunggu sampe sore, kalian gak dateng"
"Maaf, Pak. Kami belum buat janji sama Bapak. Mungkin yang janji mau ketemu Bapak itu Mahasiswa baru angkatan 2014"
"Kamu angkatan kapan?"
"2013, Pak"
"Besok Sabtu, ya? Besok pagi kamu telpon saya lagi"
"Kalo besok kami ke rumah Bapak, boleh Pak?"
"Ya pokoknya besok kamu telpon saya lagi saja"
Kemudian terdengar bunyi "tut..tut..tut" Yap, telepon mati tanpa permisi. Tau kan apa yang aku rasain. Makin gak tenang bro. Mana temen-temen juga pada nungguin kabar.

Singkat cerita, tadi pagi sekitar jam tujuh kurang. Aku telpon beliau lagi, gak lama kemudian diangkat. Intinya dia minta kami datang ke rumahnya dalam waktu setengah jam. Hasilnya kami ngaret satu jam. Itu pun belum semuanya bisa ikut, karena jarak rumah yang jauh. Dengan bermodalkan alamat rumahnya, kami cari tanya sana sini, dan akhirnya ketemu. Aku teken bel rumahnya, gak lama bel mati, pintu kebuka (sedikit). Ada seorang wanita cantik yang udah lumayan tua. Dugaan kami beliau istrinya.

"Maaf Bu. Bapak *** ada?"
"Gak ada. Bapak udah berangkat jam setengah 8 lewat 10 menit. Kalian janji jam berapa?"
"Jam setengah 8, bu"
"Bapak gak bisa kalo ada janji terus telat. Kalian telpon lagi aja ya, buat janji lagi"
"Oh iya bu, makasih banyak"
Kami yang udah seneng liat mobilnya ada di depan rumah, ya jelas kecewa. Belum pergi dari rumahnya (walaupun pintu udah ditutup), aku telpon bapaknya lagi. Sekitar bunyi tut tujuh kali, telpon direject. Makin jleb kecewanya. Kami pun balik lagi ke kampus. Setelah diskusi yang gak nemuin solusi, kami pulang.

Sekitar jam 10 pagi, aku sms beliau yang intinya minta maaf. Setengah jam kemudian dibales. Intinya dia marah dan nyuruh kami untuk mencari pembimbing lain yang bisa menyesuaikan dengan selera kami dan bisa diatur.

Dapet balesan seperti itu, air mata makin sukses keluar. Makin galau bro. Mana mungkin kami bisa ganti pembimbing. Aku bales dengan permintaan maaf dengan sesopan-sopannya, semelas-melasnya. Tapi apa daya, gak ada balesan lagi. Mau nelpon, 99% pasti direject lagi.

Sampe sekarang, kami tunggu dulu. Siapa tau Bapaknya memang benar-benar sibuk dan gak bisa diganggu. Atau mungkin, meredamkan emosi. Kalau memang gak ada kepastian, jalan satu-satunya ya menghadap ketua jurusan untuk minta solusi. Kuliah emang bener-bener bikin galau. Ya namanya perjalanan menuju sukses. Gak mungkin semulus paha seribel. Yang udah kuliah, pernah dapet masalah kayak gini? gimana solusinya? Menurut kalian, apa yang bagusnya aku lakukan selain menunggu dan berdo'a?

10 komentar:

  1. Ahh sama ajee neng. Seminggu ini aku sibuk nian dkampus. Tapi ngirus penyetaraan kurikulum baru. Sibuk plis capek nunggu. Nunggu tu emang dkenak ee wkwk

    BalasHapus
  2. Buset. Itu bener-bener combo sial. ahahaha.

    Gue doain semoga lancar aja deh kuliahnya... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha, dikata paket paha ayam :p makasih rifqi udah mau bantu do'a :)

      Hapus
  3. semoga kegalauannya berubah jadi ketidak galauan, sebab jika ketidak galauan sudah berlalu tentu hati riang dan gembira bersenandung pada setiap langkahnya...kan udah ngga galau pisan lagih kan?

    BalasHapus
  4. hahaha kasian banget kamu tutiiiik. wkwkw
    btw, serius sebenernya nasib kita sama, tapi gue sama temen2 akhirnya buat perjanjiaan ditandatangani matrai 6 ribu yg isinya kalo kami minta maaf ke dosen Pembimbing kita, gitu..
    Kamu turutin aja gitu.. insya allah, hatinya bakal luluh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. bapaknya cuma ngambek kok. dua hari kemudian udah lupa :)

      Hapus

Jadilah blogwalker yg baik dan jangan jadi silent reader.. Berkomentarlah sebelum diharamkan.. No Spamming, No SARA. karena udah aku setting NO CAPTCHA :* (@tutiarahmi_)